Skandal Pengadaan: Ketika Harapan Tumbuh di Tengah Bayang-Bayang Nepotisme

Nepotisme dan Kolusi: Ancaman Nyata dalam Sistem Pengadaan

Temuan Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) yang dirilis pada Januari 2025 melalui Survei Penilaian Integritas (SPI) Tahun 2024 mencatat bahwa sebanyak 71% tindakan nepotisme meningkat drastis dan 9% responden menyatakan pemenang pengadaan seringkali memiliki hubungan dekat dengan penyelenggara negara. Ini adalah sinyal serius atas masih rapuhnya integritas dalam sistem pengadaan di Indonesia. Praktik-praktik ini tidak hanya merugikan negara dari sisi efisiensi anggaran, tetapi juga merusak kepercayaan publik terhadap proses pengadaan yang seharusnya adil dan transparan.

Apa Kata Literatur?

Dalam Routledge Handbook of Public Procurement Corruption (2024) yang disunting oleh Sope Williams dan Jessica Tillipman, nepotisme dan kolusi dikategorikan sebagai bentuk korupsi struktural yang sangat sulit diberantas hanya dengan pendekatan hukum semata. Buku ini menjelaskan bahwa praktik-praktik tersebut seringkali dilanggengkan oleh norma informal, jaringan kekuasaan, serta kurangnya mekanisme kontrol internal yang efektif.

Salah satu bab penting dalam buku ini, "Concepts in Corruption," menyebutkan bahwa kolusi kerap kali dibungkus dalam bentuk legal formalitas seperti seleksi terbuka, namun sesungguhnya sudah diarahkan untuk memenangkan pihak-pihak yang memiliki kedekatan dengan penyelenggara. Ini disebut sebagai bentuk korupsi tersembunyi yang justru lebih berbahaya karena sulit dibuktikan secara hukum namun dampaknya sangat luas.

Mengapa Ini Terjadi?

Buku tersebut juga menyoroti beberapa faktor utama yang membuat nepotisme dan kolusi terus terjadi:

  • Ketidakseimbangan kekuasaan antara penyelenggara dan peserta tender. Ini merujuk pada situasi di mana penyelenggara pengadaan memiliki kendali penuh atas proses dan keputusan, sementara peserta tender berada dalam posisi yang jauh lebih lemah. Ketidakseimbangan ini terjadi karena informasi, akses, dan pengaruh sepenuhnya dimonopoli oleh penyelenggara. Peserta tender sering tidak mengetahui kriteria teknis secara mendalam, tidak memiliki ruang untuk menyuarakan keberatan, dan tidak jarang harus tunduk pada keputusan yang telah diarahkan sejak awal. Hal ini menciptakan suasana kompetisi yang semu dan membuka celah besar bagi praktik-praktik tidak adil seperti kolusi dan nepotisme.

  • Kurangnya transparansi dalam evaluasi dan pengambilan keputusan.

  • Tidak optimalnya pengawasan oleh lembaga internal maupun eksternal.

  • Adanya insentif politik atau ekonomi yang membuat integritas proses menjadi tawar-menawar.

Solusi yang Didorong oleh Pakar

Para penulis dalam Routledge Handbook merekomendasikan pendekatan multi-level untuk memerangi korupsi dalam pengadaan. Di antaranya adalah:

  • Reformasi kelembagaan yang memperkuat otonomi dan kapasitas unit pengadaan.

  • Penggunaan teknologi digital yang memungkinkan audit otomatis dan keterbukaan data.

  • Pelibatan masyarakat sipil dan media untuk menciptakan tekanan sosial terhadap praktik menyimpang.

Refleksi untuk Indonesia

Meningkatnya angka nepotisme dalam pengadaan menandakan bahwa reformasi belum menyentuh akar permasalahan. Pendekatan berbasis hukum perlu dilengkapi dengan perbaikan budaya organisasi, insentif perilaku jujur, dan sistem transparansi digital yang meminimalkan ruang negosiasi informal.

Dengan belajar dari pendekatan global dan memperkuat kapasitas internal institusi, Indonesia dapat menekan dominasi praktik kolutif yang merusak efisiensi dan keadilan dalam sistem pengadaan.

Penutup

Nepotisme dan kolusi bukan sekadar pelanggaran administratif, tetapi merupakan bentuk pengkhianatan terhadap prinsip keadilan dan tata kelola yang bersih. Buku Routledge Handbook of Public Procurement Corruption memberi kita pemahaman bahwa solusi atas masalah ini tidak sederhana, namun bisa dicapai dengan reformasi menyeluruh, keterbukaan, dan kemauan politik yang kuat.

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Ketika Kontrol Internal Jadi "Tembok Besar": Mengapa Banyak Organisasi Tumbuh Lambat Karena Terlalu Sibuk Mengunci Pintu

Ketika Pengawasan Membunuh Inisiatif: Menelisik Kelambanan Keputusan dalam Organisasi Yayasan

Ketika Nilai Kesopanan Hanya Jadi Slogan: Mengurai Fenomena Pimpinan Kasar di Organisasi